Kata wahyu dan kata
sejenisnya digunakan dalam al-Quran sebanyak tujuh atau lapan kali. Antaranya :
1. Pemahaman
Secara Fitrah
Wahyu berupa suatu
perasaan naluri bagi binatang.
Contohnya : Sebagaimana yang diwahyukan kepada lebah.
Contohnya : Sebagaimana yang diwahyukan kepada lebah.
Firman Allah swt : Maksudnya : dan Tuhanmu memberi ilham kepada lebah: "Hendaklah Engkau membuat sarangmu di gunung-ganang dan di pokok-pokok kayu, dan juga di bangunan-bangunan Yang didirikan oleh manusia. ( an-Nahl : 68 )
Syekh Mufid menjelaskan,
“Yang dimaksud dengan wahyu adalah ilham yang tersembunyi. Lebah madu, tanpa
ada ucapan tertentu, memahami dan mengetahui tugas-tugasnya.”[6]
Di antara perilaku lebah
madu yang menghairankan adalah membuat sarang yang berbentuk segi enam,
melakukan penjagaan terhadap sarang, melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk
dapat menemukan bunga-bunga, menghisap sari madu bunga-bunga tersebut, mengubahnya
menjadi madu, kembali ke sarang masing-masing, meletakkannya di dalam sarang,
melakukan penjagaan terhadap ratu dan bermain-main dengan ratu lebah, dan
banyak lagi .Seluruh perilaku tersebut bersumber dari naluri yang ada pada
lebah dan ilham yang telah diberikan oleh Allah pada mereka.
2. lham yang Dipancarkan dalam Hati
Wahyu merupakan ilham
semulajadi bagi seseorang manusia.
Contohnya : Wahyu yang dialami oleh ibu Nabi Musa a.s.
Contohnya : Wahyu yang dialami oleh ibu Nabi Musa a.s.
Firman Allah swt:
Manakala Kami wahyukan kepada ibumu sesuatu yang perlu Kami wahyukan. Kami wahyukan kepadanya agar meletakkan bayinya dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke laut (sehingga ombak membawanya ke pantai) lalu musuh-Ku dan musuhmu (Firaun) mengambilnya… (QS. Thaha:38-39).
Manakala Kami wahyukan kepada ibumu sesuatu yang perlu Kami wahyukan. Kami wahyukan kepadanya agar meletakkan bayinya dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke laut (sehingga ombak membawanya ke pantai) lalu musuh-Ku dan musuhmu (Firaun) mengambilnya… (QS. Thaha:38-39).
Ayat lainnya
menerangkan, Dan Kami wahyukan kepada Ibu Musa, “Susuilah anakmu.” Jika kamu
takut, hanyutkan ke laut. Jangan takut dan jangan bersedih Kami kelak
mengembalikannya kepadamu dan Kami jadikan dia sebagai rasul (QS. al-Qasas:7).
Penerima wahyu pada dua
ayat tersebut adalah ibu Nabi Musa as. Wahyu yang diberikan kepadanya jelas
bukan wahyu pada seorang nabi melainkan sebuah bentuk pemahaman yang
tersembunyi dan tertanam dalam hati. Hal tersebut adalah ilham, baik dalam
tidur maupun dalam keadaan sadar.
Syekh Mufid menjelaskan,
“Umat Islam sepakat bahwa wahyu yang disampaikan kepada ibu Nabi Musa as dalam
bentuk mimpi atau disampaikan ketika dalam keadaan tidur.”[7]
3. Isyarat
Wahyu juga disebut
sebagai suatu isyarat yang pantas dengan cara yang amat simbolik kepada
seseorang.
Contohnya : Sebagaimana firman Allah swt ceritakan tetapi Nabi Zakaria a.s.
Contohnya : Sebagaimana firman Allah swt ceritakan tetapi Nabi Zakaria a.s.
Firman Allah swt :
Al-Quran menerangkan,
Zakariya berkata, “Tuhanku, berilah aku tanda.” Allah berfirman, “Tandamu
adalah jangan engkau berbicara dengan manusia selama tiga hari tiga malam
berturut-turut.” Kemudian dari mihrabnya, ia keluar menjumpai kaumnya, lalu
mewahyukan (mengisyaratkan) pada mereka untuk memuji Allah sepanjang pagi dan
petang (QS. Maryam:10-11).
Dalam ayat yang lainnya,
al-Quran menjelaskan tentang kisah Nabi Zakariya sebagai berikut, Zakariya
berkata, “Tuhanku, berilah aku sesuatu sebagai tanda.” Allah berfirman,
“Tandamu adalah jangan kau berbicara dengan manusia selama tiga hari kecuali
dalam bentuk simbol (isyarat). Banyaklah mengingat Tuhanmu dan bertasbihlah
kepada-Nya di pagi dan petang.” (QS. Ali Imran:41).
Pada kedua-dua ayat di
atas, pemberi wahyu (isyarat) adalah Nabi Zakariya dan penerima wahyu adalah
kaumnya. Wahyu juga bermakna memahamkan sesuatu dalam bentuk isyarat yang hanya
dipahami oleh orang yang dituju sebagaimana yang disebutkan pada ayat ke-41
surah Ali Imran, yang menggunakan kalimat, illa ramza, “kecuali simbol”.
Kandungan dari wahyu juga berupa bertasbih pada Allah di setiap pagi dan
petang.
4. Wahyu pada Malaikat
Wahyu juga membawa makna
perintahh dari Allah swt kepada malaikatNya.
Firman Allah swt :
Firman Allah swt :
Al-Quran menjelaskan,
Manakala Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, “Aku bersama kalian. Kukuhkanlah
langkah orang-orang Mukmin.” (QS. al-Anfal:12).
Pada ayat tersebut, pemberi wahyu adalah Allah dan penerima wahyu adalah para malaikat. Akan tetapi wahyu tersebut bukanlah wahyu kenabian dan bukan pula dengan menciptakan pembicaraan atau menciptakan suara karena para malaikat sebagaimana yang telah ditetapkan dan dibuktikan bahwa mereka tidaklah berjasad atau tidak memiliki materi.
5. Wahyu Setan
Wahyu juga memberi makna
godaan atau was-was syaitan.
Firman Allah swt :
Al-Quran menerangkan,
Sesungguhnya setan-setan mewahyukan kepada pengikut mereka agar berdebat dengan
kalian. Jika kalian menaati mereka, kalian tergolong orang-orang musyrik (QS.
al-An’am:121).
Allah berfirman,
Demikianlah Kami jadikan pada setiap nabi, setan-setan dari golongan jin dan
manusia yang sebagian mewahyukan kepada sebagian lainnya ucapan-ucapan yang
indah tetapi menipu. Andaikan Tuhanmu menginginkan, mereka tidak dapat
melakukan hal tersebut. Namun, Allah membiarkan mereka dengan kedustaan yang
mereka lakukan (QS. al-An’am:112).
Pemberi wahyu dalam hal
ini adalah setan dari jenis jin dan manusia yang menyampaikan sesuatu yang
menyesatkan secara tersembunyi pada pengikut mereka. Oleh karena itu, wahyu
juga bermakna ucapan yang tersembunyi atau waswas yang disampaikan ke telinga
mereka masing-masing sebagaimana setan-setan dari golongan jin adalah pemberi
wahyu, mereka meniupkan waswas dalam hati manusia yang sesat.
6. Wahyu pada Para Nabi
Walaupun wahyu digunakan
untuk selain para nabi sebagaimana yang telah disebutkan. Akan tetapi, kata
wahyu lebih banyak digunakan untuk para nabi. Sebagai contoh, dalam al-Quran
disebutkan, Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu sebagaimana Kami telah
mewahyukan kepada Nuh dan para nabi setelahnya. Kami wahyukan kepada Ibrahim,
Ismail, Ishaq, dan Ya’qub serta Kami wahyukan kepada Asbath, Isa, Ayyub, Yunus,
Harun, dan Sulaiman serta Kami berikan Zabur kepada Daud (QS. an-Nisa:163).
Al-Quran menjelaskan,
Kami kisahkan kepadamu melalui wahyu al-Quran tentang kisah-kisah terbaik.
Kendatipun kalian lalai setelah hal itu (QS. Yusuf:3).
Dalam ayat lainnya,
al-Quran menjelaskan, Katakan, “Apakah kesaksian yang paling besar?” Katakan,
“Allah menjadi saksi antara aku dan kalian. Diberikan wahyu kepadaku berupa
al-Quran ini untuk memberi peringatan kepada kalian dan orang-orang yang
al-Quran sampai kepada mereka.” (QS. al-An’am:19).
Rujukan :
- [6] Tashhih al-I’tiqad, hal.121.
- [7] Tashhih al-I’tiqad, hal.121
No comments:
Post a Comment